Jumat, 19 Agustus 2016

EverYonE Has A sTorY

      " Mbak Shazfa, dipanggil pak Warman tu" Lira mengintip dari balik pintu. Shazfa yang sibuk membuat laporan bulanan mengalihkan pandangannya lurus ke arah pintu yang ada di hadapannya. Shazfa mengambil ponsel lalu bangkit dari kursinya. Dia menoleh ke meja melihat apa yang harus dibawanya ke ruangan pak Warman. Seingatnya sudah tidak ada. 

Shazfa membuka pintu ruangannya dengan satu kali sentakan. Menoleh ke ruangan lain. Tidak ada satupun yang berjalan ke luar. Lira baru saja dari ruangan pak Warman, mungkin memberikan hasil laporan pameran minggu lalu. Setelah melewati ruangan Lira pintu berikutnya adalah ruangan pak Warman. Shazfa sedikit ragu mengetuk ruangan beliau. Baru hendak mengangkat tangan ingin mengetuk pintu, tiba- tiba pintu terbuka.

     " Shazfa, mau ketemu sama bapak ya? Bapak lagi shalat. Yuk silahkan masuk " Bu Zahrany yang tampak segar dengan baju berwarna tosca tersenyum, memamerkan sederet gigi putih. Di usianya yang sudah tidak muda bu Zahrany masih terlihat cantik dan bersemangat. 

      " Tidak apa- apa bu, nanti saja saya balik lagi " Shazfa sungkan karena harus menghalangi bu Zahrany yang sudah berniat pulang. Seperti biasa bu Zahrany mengantarkan makan siang untuk pak Warman. Mereka tetap mengusahakan makan bersama walau sibuk dengan urusan masing- masing. Kali ini bu Zahrany datang lebih awal dari biasanya.  

     " Sudah ayo masuk " bu Zahrany merangkul bahu Shazfa membawanya masuk ke dalam ruangan pak Warman. Shazfa tidak bisa mengelak. Dia mengikuti bu Zahrany masuk. Dan duduk di sebelah bu Zahrany. " Jadi gimana kabarnya sekarang? " bu Zahrany membuka pembicaraan.

     " Alhamdulillah, sehat bu. Malu sama ibu yang kelihatan bugar terus. Awet muda " Shazfa tersenyum ke arah bu Zahrany.

     " Si siapa itu, Haduh. Yang sering datang nyariin kamu itu lho. Bagaimana kabarnya sekarang? " bu Zahrany tertawa, menertawakan dirinya yang sudah mulai pelupa. Sambil masih memegang kepalanya mengingat sebuah nama.

     " Faeyza Xavier bu. Dia alhamdulillah baik bu" Shazfa ikut tertawa.
    " Lha ibu ga salah dong, namanya aja yang keangelan. Susah diingat. Bikin nama kok ya susah- susah. Tapi ga penting ya, yang penting orangnya baik" 

     " Shazfa " pak Warman sudah balik dari musala. " Saya manggil tadi cuma mau nanya, bagaimana kelanjutan proposal kemaren. Tadi saya sudah tanya Lira dia bilang belum ada yang menghubungi dia. Makanya saya tanya kamu " pak Warman adalah atasan saya. Dia orang yang hangat seperti seorang ayah. Orang yang perhatian seperti seorang sahabat. Seorang yang bijak sebagai atasan. Seorang yang terbuka sebagai penasehat. Makanya beliau tidak segan- segan membawakan ice cappucino kemaren lusa. Saat Shazfa butuh penenang. Bukan hanya pada Shazfa, dia memperlakukan semuanya dengan cara yang sama. Semua staff di perusahaan asuransi ini menghormati beliau. 

     " Belum pak. Tadi saya sudah confirmasi lagi tapi memang mereka sedang mempelajari lagi program yang kita tawarkan. Saya juga sudah menawarkan diri untuk tidak sungkan- sungkan menghubungi saya jika masih ada yang harus ditanyakan lebih jauh ". Shazfa menjelaskan. Shazfa berusaha tidak menyinggung masalah kemaren, karena Shazfa yakin memang bukan itu hanya hal pribadi yang menahan Arya untuk berinvestasi. Sebagai pengusaha pasti banyak hal yang harus dipertimbangkannya. 

     " Oh, ya ga apa- apa kalau gitu. Kasih mereka waktu untuk berpikir. Tunggu sampai beberapa hari lagi " pak Warman mengangguk- angguk sambil memegang dagunya. Entah apa yang dipikirkannya. " Kalau begitu siapkan pertemuan dengan Pak Irsyad Afandi, untuk sementara skip dulu pak Arya. Orangnya gampang goyah. Sulit juga ke depannya. Kalau pak Irsyad sudah lebih stabil tapi dikhawatirkan dia sudah mempercayakan ke perusahaan yang lebih bonafit. Ya, ga ada salahnya mencoba Shazfa. Jangan menyerah. Kalau mendapat kendala di lapangan langsung laporkan saja. Kita diskusikan lagi seperti apa " Pak Warman menoleh ke arah istrinya. Meraih tangannya lalu menggenggamnya hangat. Itu pemandangan yang biasa kami lihat. Di usia seperti ini mereka masih terlihat seperti masih pacaran.

Banyak pelajaran yang saya dapat dari pak Warman, tentang keharmonisannya dengan bu Zahrany salah satunya. Sekali beliau bercerita pak warman bisa menjadi seperti sekarang ini berkat dukungan bu Zahrany. Apalagi pak Warman menyaksikan bu Zahrany hampir meregang nyawa saat melahirkan anak mereka satu- satunya. Melihat pengabdian bu Zahrany yang tidak pernah bosan menyediakan makanan untuknya sesibuk apapun dia. Beliau akan jatuh cinta dan menemukan alasan untuk tetap mencintai istrinya setiapkali memandang wajahnya. 

It's Perfect love i ever seen. Dan hatiku hangat setiapkali berada bersama mereka. 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar